KAMUS INDONESIA-INGGRIS
FALSAFAH HIDUP
Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat -keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan . Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta
Selasa, 06 Januari 2009
MAKNA HARI RAYA PAGERWESI
Posted by Ketut Adi on 2004-06-01 [ print artikel ini | beritahu teman |
Pagerwesi dikenal sebagai hari payogan Hyang Pramesti Guru beserta para Dewata Nawa Sanga dan para Pitara untuk keselamatan dunia beserta isinya.
Pada tengah malam, menghaturkan 'labaan(caru)' yang ditujukan pada Panca Maha Bhuta. Sesudahnya, maka dilaksanakanlah Yoga-Samadhi meneguhkan pikiran agar dapat menahan gejolak Indrya. Pagerwesi jatuh pada setiap Budha (Rebo) Kliwon wuku Shinta.
Nah, demikianlah yang umumnya disebutkan, dan diperkenalkan secara umum. Dalam kesempatan ini, saya mencoba menambahkan pemaknaannya dengan tinjauan spiritual filosofisnya seperti berikut ini.
Marilah kita perhatikan beberapa substansi terkait berikut,
1. Tengah Malam; pada tengah malam Caru pada Panca Maha Bhuta dilaksanakan. Kita ketahui bersama bahwa Panca Maha Bhuta adalah bahan baku dasar dari manusia serta semua yang berjasad atau berwujud.
2. Di sisi lainnya, Caru adalah korban suci yang laksanakan dengan tulus ikhlas, guna menetralisir pengaruh negatif semesta raya (makro kosmos) serta tetap menjaga keseimbangan dan keselarasan yang ada. Dalam hal ini, utamanya adalah keselarasan dan harmoni antara makro dengan mikro kosmos.
Nah, kini timbul pertanyaan berikut:
~ Apa yang semestinya kita carukan ?, dan
~ Mengapa dilaksanakan tengah malam ?, lebih mendasar lagi
~ Mengapa dilaksanakan pada Budha Kliwon Shinta ? serta
~ Mengapa dinamakan Pagerwesi ?
Tentu semuanya itu bukannya tanpa alasan. Pasti ada alasan yang relevan, yang mendasarinya secara spiritual filosofis. Apakah itu ?
Apa yang semestinya kita carukan ? Tak lain adalah kebinatangan kita beserta dorongan-dorongan indryawi yang tak habis-habisnya serta amat kuat pengaruhnya bagi kita. Semua itu bersumber dari Panca Maha Bhuta dengan
berbagai implikasinya. Bangkitnya Panca Tan Matra, terkondisikan dengan baik bilamana Panca Maha Bhuta diselaraskan sedemikian rupa. Dengan cara bagaimana ?
Kliwon kita uraikan menjadi Kali + won atau saat sedang lelah-lelahnya jasmani ini. Umumnya, kita semua mencapai puncak kelelahan dan ingin beristirahat (tidur) di tengah malam setelah seharian bekerja. Apalagi juga melaksanakan Upavasa; jadi klop.
Jasmani yang lelah, kemampuan perlawanannyapun pasti amat rendah. Ia mudah untuk ditundukan, karena tenaga kasarnya sudah sedemikian lemahnya. Kondisi jasmani yang demikian, amat kondusif bila digunakan untuk ber- Yoga-Samadhi. Sementara jasmani lelah, rokhani menjadi kuat demi menyeimbangkan konstelasi mikrokosmos. Nah, kesempatan inilah yang dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dalam ajaran Yoga, kita mengenal apa yang diistilahkan dengan Brahma Muhurta. Brahma Muhurta mempunyai arti sama dengan Brahma Murthi (ingat Wisnu Murthi). Saat-saat itu, adalah saat-saat yang terbaik untuk menguatkan Cipta/Citta. Dikatakan juga bahwa saat itu Brahma Randra (pintu gerbang Brahma) sedang terbuka lebar. Bilamana momentum itu terjadi ? Konon, menurut
beberapa pustaka serta yang mengalaminya, adalah sejak tengah malam hingga sekitar pukul 3.30 waktu setempat.
Brahma yang disebutkan sebagai Hyang Pramesti Guru dalam hal ini, memancarkan kekuatan citta beliau pada 9 penjuru semesta raya (Nawa Sanga). Pada kesempatan ini pula para pitara kita menganugrahkan welas asihnya serta perlindungannya pada turunannya. Bukankah sangat ideal, antara konstelasi kosmik (makro-mikro) dengan momentum yang dipilih dari hasil penelitian para Yogi Nusantara ini ?
Pada saat-saat inilah Sang Yogiswara, memanfaat momentunnya sebaik-baiknya dengan tekad yang bulat dan kokoh, ibarat terpagari (pageh=PAGAR) dengan PAGAR BESI.
Pada hari ini, juga dianjurkan untuk ber-Upawasa seharian (24 jam). Ber-upawasa dan melek hingga tengah malam untuk memulai upakara, tentu lebih memastikan kelelahan dari sang jasmani (wadag) ini. Seperti disebutkan sebelumya, dengan lelahnya jasmani, rokhani menguat; demikianlah keseimbangan yang 'seharus' terjadi. Kenapa saya katakan 'seharusnya' ?
Untuk tahun ini2009, Hari Pagerwesi jatuh pada tanggal 7 januari 2009. Cobalah sekali dalam hidup anda (bagi yang belum pernah ataupun yang belum berhasil), kali ini saja.
Bulatkan tekad, bangkit ketulusan hati pada sesama makhluk hidup, laksanakanlah Pagerwesi seperti apa yang diteladani oleh para Pitara kita.
Bila kita tak ber-upawasa dengan baik seharian (bahkan mungkin sejak 2 hari sebelumnya) dan tidak 'jagra', kondisi tersebut sulit dicapai oleh umum (bukan penekun Yoga yang sudah terbiasa). Bila anda meragukan akan uraian saya ini, saya persilahkan anda mencobanya secara langsung dengan kesadaran dan pemahaman yang baik. Bila tak terbukti, silahkan anda komplain pada saya. I
give my garante on this one, trust me.
Semoga penjelasan ini memberi informasi, seperti yang diharapkan. Semoga kita senantiasa dibimbing dalam Dharma, mengarungi samudra Samsara ini. Semoga semua makhluk, pendamba kesempurnaan dan Kebebasan Mutlak-nya segera mencapai apa yang dicita-citakan.
Om.....sukham bhavantu......
Om.....sryam bhavantu........
Om.....purnam bhavantu......
Om......Shiwa Buddha ya namah svaha...........
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Dapet pengetahuan baru. Salam kenal Dok. Salam. Seno.
trims mas seno komentarnya
Posting Komentar