FALSAFAH HIDUP

Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat -keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan . Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta

Sabtu, 30 Agustus 2008

MENUAI OVUM PADA IVF

Amino A R
Klinik Infertilitas Permata Hati, Instalasi Kesehatan Reproduksi RSUP Dr Sardjito
SMF/Bgn Obsgin FK UGM

ABSTRACT

Objective: Introduction and overview clinical practice of the ovum pick up in the management of In Vitro Fertilization.
Design: literature study and clinical experience.
Patients and aquipment: follicular aspiration following IVF patient using laparoscopic, abdominal transducer USG and vaginal transducer USG.
Setting: Permata Hati Infertility Clinic, SMF-Department of Obs-Gyn, Dr Sardjito Central & Teaching Hospital / Faculty of Medicine , Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Results: Literatures have been explained Ovum pick up procedures, since first time efficacy IVF up to now. Explained some excellence and technical improvement and insuffiency execution, start since using guidance laparoskopic, USG by abdominal transduser, and USG by vaginal transduser, to yield the way of follicular aspiration by accurate needle, so that achived optimal ovum pick up procedures. Also explained the sterilization and take care of vaginal transduser and its needle and also the ways of premedication and its anaesthesia.
Conclusions: Ovum pick up procedure in its improvement require the attention, experience and adequate skilled for the diagnosed of mature follicle, chosening method, using equipments and its maintanance, sterilization procedure and also method of anaesthesia. Puncturing needle connected to the vaginal transduser for the ovum pick up is the best method and set equipment system. Method by using laparoskopic still has the place for the Gift.
Key Words: IVF, ovum pick up, using laparoscopic, USG by abdominal transducer, USG by vaginal transducer.


Tujuan: Memperkenalkan dan meninjau ulang dari kepustakaan dan pengalaman klinik menuai ovum (MO) dalam program teknologi reproduksi bantuan (TRB).
Rancangan: studi kepustakaan dan pengalaman klinik.
Pasien dan peralatan: Aspirasi folikel pada pasien yang mengikuti program FIV dengan menggunakan peralatan laparoskop , USG dengan metode perabdominal dan metode pervaginal.
Tempat: Klinik Infertilitas Permata Hati, SMF-Bag Obs-Gyn RSUP/ RS Pendidikkan Dr Sardjito/ FK UGM Yogyakarta.
Hasil: Telah dijelaskan tata cara menuai ovum dari kepustakaan, sejak pertama kali keberhasilan FIV-PE sampai dengan sekarang. Dijelaskan beberapa keunggulan dan kekurangan perkembangan teknis pelaksanaan, mulai sejak menggunakan panduan laparoskopi, USG dengan transduser abdominal dan USG dengan transduser vaginal, untuk menghasilkan cara aspirasi folikel dengan jarum yang akurat, sehingga dihasilkan MO yang optimal. Juga dijelaskan mengenai sterilisasi dan perawatan transduser vagina dan jarum penusuknya serta tatacara premedikasi dan pembiusannya.
Kesimpulan: MO didalam perkembangannya membutuhkan perhatian, pengalaman dan ketrampilan yang memadai untuk mendiagnosa folikel masak, memilih metode, menggunakan peralatan, merawat dan mensuci hamakan serta cara pembiusan yang digunakan. Jarum yang melekat dan menyatu dengan transduser vaginal untuk MO merupakan metode dan set peralatan yang terbaik. Metode dengan menggunakan laparoskop masih mempunyai tempat untuk TAGIT.
Kata kunci: TRB, menuai ovum, laparoskopi, USG perabdominal, USG pervaginal.


PENDAHULUAN

Sejak Steptoe dan Edward dalam majalah lancet mengumumkan kelahiran Louise Brown, “bayi FIV-PE” pertama lahir di kota kecil Oldham, Lancashire, England pada 25 juli 1978, fertilisasi in vitro merupakan tindakkan penting yang tersedia pada penanganan infertilitas. Sebagai salah satu tindakkan penting dalam penanganan infertilitas, Fertilisasi in Vitro dan Pengembalian Embrio (FIV-PE) merupakan penanganan yang membutuhkan ketekunan, ketrampilan dan ketelitian. Tahap tahap yang perlu dilalui dalam program FIV-PE adalah seleksi pasutri, indikasi yang jelas dan akhirnya penanganan FIV-PE itu sendiri. Pengertian pengobatan FIV-PE adalah suatu usaha mendapatkan ovum matur yang baik, fertilisasi, kultur embrio dan akhirnya mengembalikan embrio ke rahim ibu. Dalam proses tersebut memerlukan persyaratan tertentu seperti, lokasi dan tempat yang memadai, peralatan peralatan canggih tertentu dan pelaksana yang mampu, bisa mendukung dan menjamin kontrol kualitas dan kontrol asurens pada program tersebut. Dalam usaha mendapatkan telur masak yang baik biasanya sebelum menuai ovum (MO) telah dilakukan induksi ovulasi. Setelah proses induksi berjalan lancar dan berhasil, kemudian baru dilakukan menuai ovum – OPU (ovum pick up).
Disini akan dibicarakan tata cara MO mulai persiapan yang akan dilakukan menjelang MO, teknik pelaksanaan, peralatan, media dan cara desinfeksi, sampai kepada premedikasi dan anestesi yang dipilih.

I. PERSIAPAN MENUAI OVUM (MO)

MO dilakukan 32-36 jam setelah pemberian Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada induksi ovulasi. Beberapa persyaratan MO harus dipenuhi antara lain:
1. Pelaksana dan pembantu pelaksana.
Untuk mendapatkan hasil yang baik program FIV-PE harus dilaksanakan oleh pelaksana yang khusus mempunyai perhatian, berminat, trampil dan terlatih pada penanganan infertilitas umumnya dan teknologi reproduksi bantuan (TRB) pada khususnya. Pelaksana utama pada FIV-PE adalah seorang ahli kebidanan dan penyakit kandungan yang sudah terlatih dan mendapatkan pengakuan di bidang TRB dan seorang dokter ahli embriologi dan kultur jaringan, terutama terlatih pada kultur embrio khususnya untuk TRB pada manusia. Kemudian dibantu oleh 3 orang paramedis, 1 orang sebagai asisten MO, 1 orang penghubung dan pengantar tabung yang berisi materi MO dari operator ke dokter ahli embriologi, 1 orang pembantu umum yang menyiapkan premedikasi, menyiapkan USG, aspirator dll.


2. Tempat dan lokasi.
Sebaiknya ruangan untuk MO dan ruang laboratorium embriologi steril berdampingan sedemikian rupa sehingga operator MO dan ahli embriologi dapat berkomunikasi dengan mudah untuk memastikan apakah hasil pungsi folikel betul berhasil mendapatkan ovum atau tidak. Tempat ini sebaiknya merupakan ruangan operasi steril dengan suhu dan kelembapan yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan sedemikian rupa sehingga dapat bekerja dengan nyaman tapi tidak mudah memberi kesempatan tumbuhnya jamur dan bakteri yang akan mengganggu kultur biakkan. Kebiasaan di klinik kami suhu sekitar 25-26° C dan kelembaban udara 50-60%. Tergantung letak geografis, penggunaan air conditioning yang dapat diatur suhu dan kelembabannya sangat menguntungkan. Selain itu filter yang terkontrol yang ada padanya merupakan suatu keharusan untuk mengurangi kontaminasi udara dari luar. Untuk laboratorium yang bersatu dalam kamar operasi harus dijaga jangan sampai terkontaminasi dengan gas anestesi. Sterilisasi ruangan jangan menggunakan zat yang toksis terhadap ovum/ embrio. Di klinik kami setiap minggu dilakukan sterilisasi dengan ultraviolet atau ozon. Apabila diperlukan bisa menggunakan Cidex (glutaraldehyde) atau Neoresiguard (chlorhexidine gluconate) untuk sterilisasi lantai, dan baru bisa digunakan ruangan tersebut sekitar 2 - 3 hari kemudian. Kamar operasi harus bebas dari cat yang toksik, bau bauan dari cat, fornitur, dinding dari porselain yang mudah dibersihkan. Meja kursi yang mudah dibersihkan dari bahan stainless steel, cahaya lampu sorot vagina yang mudah diatur dan cahaya laboratorium embriologi yang mudah disesuaikan.

3. Peralatan.
a. Meja operasi yang mudah disesuaikan untuk mendapatkan posisi posisi pasien yang dikehendaki.
b. USG transvaginal yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk MO. (Aloka 650, Kretztechnik dll) atau set alat laparoskopi apabila menggunakan laparoskopi.
c. Jarum pungsi set No 17, 30 cm , single/ double lumen( labotect, Cook dll)
d. Automatic flushing system dan aspiration pump.
e. Warmer set untuk penghangat tabung berisi media dan hasil aspirasi folikel yang bisa stabil pada suhu 37° C.
f. Laminar air flow.
g. CO2 inkubator.
h. Bahan medis habis pakai: petri , spuit disposibel 20 cc, 10 cc, 5 cc dll.

4. Pakaian.
Berhubungan dengan ovum dan embrio, kita perlu memperhatikan lingkungan yang steril sekaligus tidak toksis. Untuk memenuhi hal tersebut perlu pakaian operasi atau pakaian petugas laboratorium yang steril dan tidak menimbulkan kontaminasi bau dan debu dari serat serat kain yang dipakai. Perlu tutup kepala dan masker penutup mulut dan hidung. Sarung tangan yang tidak mengandung bahan toksis dan bebas serbuk (non powdered gloves). Beberapa ahli embriologi tidak menggunakan sarung tangan waktu melakukan manipulasi ovum dan embrio, tetapi cuci tangan bersih dengan Habiscrub diikuti dengan bilasan propanol absolut (90%).

5. Media Kultur.
Dapat membuat sendiri atau beli yang sudah jadi. Di klinik kami menggunakan EBSS buatan sendiri. Keuntungan membuat sendiri kita bisa lebih yakin kontrol kualitas dan asurens, dan masih lebih murah dibandingkan beli yang sudah jadi. Media ini oleh ahli embriologi sudah dipersiapkan dalam inkubator CO2 sehari sebelumnya.

II. TEKNIK PELAKSANAAN

MO dengan aspirasi folikel pada mulanya menggunakan laparoskopi dengan anestesi umum. Keberhasilan mendapatkan ovum dapat terpenuhi, akan tetapi setiap tindakan membuat pasien makin tegang dan takut. Kemudian pada permulaan 1980 dicoba menggunakan panduan dengan USG. Dengan bimbingan USG abdominal bagian bawah, dan dengan kandung kencing penuh sebagai sound window, visualisasi organ organ dalam rongga pelvis minor dapat ditampakkan. Akan tetapi sebagian dokter kurang menyukai teknik ini, karena pandangannya sering tertutup oleh usus atau gambaran folikel-ovarium terganggu oleh gambaran udara dalam usus. Disamping itu operator waktu memanipulasi jarum sering tidak sinkron dengan arah transduser sehingga ujung jarum sulit ditemukan dalam satu pandang dengan transduser. Kemudian diciptakan perangkat jarum yang dilektakan dengan transduser sehingga diperoleh gambaran yang tepat dengan transuser. Hal inipun tidak memuaskan. Cara tersebut diatas pada mulanya di sponsori oleh Lenz dan Lauritzen dari Denmark. Kemudian Danish dkk mencoba dengan Transduser abdominal yang memandu pungsi melalui kandung kencing (transvesical). Pada mulanya dilakukan tanpa fiksasi jarum ke transduser menjadi satu kesatuan. Dia mengatakan angka keberhasilan 53% lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur laparoskopi. Selain itu dikembangkan pula metode transurethral dan transvaginal dengan panduan transdduser abdominal. Tapi banyak terjadi hematuri dan infeksi didaerah tersebut.
Terakhir diperkenalkan aspirasi folikel yang set jarum pungsinya menjadi satu paket dengan transduser vaginal sebagai pemandu jarum untuk menusuk, menghisap dan menguras folikel. Teknik ini mulai berkembang dan disukai karena arah ujung jarum menuju folikel dan sekaligus menghisap dan menguras isi folikel tampak lebih jelas hasilnya. Terjadi demikian karena jarak antara transduser dan ovarium yang dituju lebih dekat, kecuali pada obesitas kadangkala agak kurang jelas, namun demikian masih lebih jelas dibanding yang perabdominal. Pada umumnya dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Komplikasinyapun ( perforasi usus, perdarahan intra abdominal, peritonitis ) lebih rendah. Pada perkembangan selanjutnya cara yang lebih baik dengan menggunakan perangkat jarum yang bersatu dengan transduser vagina makin praktis dan banyak digunakan. Angka keberhasilan mendapatkan ovum lebih tinggi mencapai 60 - 70 % lebih tinggi di bandingkan dengan menggunakan laparoskopi. Maka setelah cara pervaginam ini digunakan untuk aspirasi folikel, lambat laun penggunaan laparoskopi untuk MO sudah jarang digunakan.

1. MO dengan laparoskopi.

Aspirasi folikel dengan laparoskopi sekarang hanya digunakan pada keadaan keadaan tertentu saja. Misalnya bersamaan dengan tujuan diagnosis evaluasi endometriosis, setelah dilakukan operasi mikro koreksi tuba atau bagian dari program tandur alih gamet intra tuba (TAGIT).

Keuntungan:
- Folikel di tusuk tepat dengan pandangan langsung pada ovarium, mengurangi
resiko melukai pembuluh darah atau usus.
- Dapat dilakukan diagnosa eksplorasi terhadap perlengketan, infeksi, endometriosis dll.
- Dapat langsung dilakukan adesiolisis pada waktu didapatkan perlekatan, elektrokoagulasi terhadap endometriosis atau operasi laparoskopi lainnya.
Kerugian:
Resiko durante operationum.
- Menggunakan anestesi umum yang memerlukan tambahan pekerjaan dan pengawasan.
- Resiko trauma pada usus dan pembuluh darah terutama pada multiple laparotomi, laparatomi yang irisannya longitudinal, yang bisa berakibat sampai total histrektomi karena perdarahan yang tidak bisa diatasi.
Resiko post operatif.
- Perdarahan pada tempat insisi.
- Infeksi pada pelvis minor.

Persiapan pasien dan pelaksanaan MO.
- Persiapan rutin sebelum operasi dikerjakan, pasien sudah dipuasakan, lavemen yang baik, cukur pubes dst.
- Dinding perut luar didisinfeksi rutin mulai dari lipat paha ke atas pertengahan
Umbilikus – proc Xyphoideus. Umbilikus dibersihkan sebaik mungkin. Jarum verres di tes apakah sudah benar benar lancar tidak buntu dan pegasnya sudah berjalan baik.
- Melalui fosa umbilikalis dibuat irisan untuk lewat tusukan jarum verres kedalam rongga abdomen.
- Gas CO diinsuflasikan kedalamnya sekitar 2-3 l dengan alat insuflator.
- Setelah gas cukup, jarum verres dilepas diikuti memasukkan Trokar 10 mm untuk kemudian diikuti laparoskop operatif.
- Laparoskop operatif ada 2 macam. Yang lurus sistem optiknya dan yang siku ( atau bersudut). Pada yang sistem lurus, Selain tusukkan laprokator 10 mm di fosa umbilikalis untuk lewat laparoskop, juga dibuat 2 buah lobang tusukkan dengan laprokator 5 mm. Yang pertama untuk lewat instrumen dan yang ke 2 untuk lewat jarum pungsi folikel. Jarum pungsi bisa dilewatkan melalui tusukkan ke dua atau ke tiga di dinding abdomen bawah, bisa melalui selongsong trokar 5mm dengan reducer atau bisa langsung ditusukkan ke dinding perut tanpa tusukkan ke 3. Sementara tusukkan ke dua di kontra lateralnya untuk lewat instrumen lainnya, untuk fiksasi ovarium. Kalau menggunakan sistem siku, jarum pungsi bisa lewat saluran instrumen.
- Ovarium kita fiksasi dengan forsep ovarium lewat saluran ke 2 melalui bimbingan laparoskop yang dimasukkan lewat saluran pertama di fosa umbilikus. Folikel folikel sekitar puncak ovarium kita tusuk dan hisap yang pertama kali dengan vakum 100-150 mmHG, kita kuras (flushing) sesuai volume cairan folikel yang kita hisap. Dicari bagian yang avaskuler. Apabila mengalami kebocoran, cairan kavum Douglas dikuras untuk mencari ovum yang mungkin terdapat di situ.
- Setelah selesai dilakukan evaluasi apakah terjadi perdarahan atau tidak dengan melakukan eksplorasi sekitar daerah alat genital dalam.
- Setelah eksplorasi aman trokar dan selongsong 5 mm ditarik satu persatu, sambil dimonitor melalui laparoskop apakah terjadi perdarahan dinding perut atau tidak, diikuti pengeluaran udara CO dan akhirnya laparoskop dan selongsong trokar 10 mm dicabut. Kemudian bekas luka tusukan dijahit dan diplester.
- Perawatan postoperatif ditujukan pada komplikasi vaskuler dan perdarahan selama 6-24 jam postoperatif.
- Setelah 6-24 jam postoperatif pasien diijinkan pulang dengan pesan: jangan membawa kendaraan sendiri, kemungkinan komplikasim perdarahan, kemungkinan komplikasi infeksi, resiko hiperstimulasi dengan bertambahnya cairan abdomen.
- Dipesan segera kembali ke rumah sakit apabila mengalami keluhan perut tegang mengeras, gangguan pernapasan, gangguan trombosis dan sirkulasi, demam.


2. MO dengan panduan USG Transduser Abdominal

Metode MO dengan cara ini sebenarnya sudah ditinggalkan, tinggal sejarah saja.
Ada beberapa cara:
1. Aspirasi Folikel Transvesicular. Pada 1981 Lenz dkk mengerjakan MO dengan perkutaneus transvesikal. Hamberger dkk 1982, Lenz dan Lauritzen pada 1982 merupakan kelompok kelompok ahli di Scandinavia telah melaporkan kesuksesan mereka dengan cara tersebut. Menurut mereka dengan mempertahankan kandung kencing penuh beberapa waktu, jarum pungsi ditusukkan melewati dinding kandung kencing dengan anestesi lokal pasien tidak terlalu merasakan sakit.
2. Aspirasi folikel periurethral. Menurut Parson dkk pada 1985, folikel diaspirasi dengan tangan bebas melalui urethra sambil dipandu USG perabdominal.
3. Transvaginal. Menurut Dellenbach dkk 1984, metode ini meggunakan USG perabdominal dengan kandung kencing penuh, sementara aspirasi folikel menggunakan jarum lewat vagina. Dengan cara ini visualisasi folikel sering menimbulkan masalah, karena terhalang gambaran usus atau udara.

3. MO pervaginam dengan Panduan Transduser Vagina.
Pada prinsipnya folikel ditusuk dengan jarum yang menyatu dengan transduser vagina. Gambaran yang diterima oleh transduser vagina oleh sistem USG dapat dihantarkan ke layar monitor, sehingga tampak jelas ujung jarum yang akan menusuk folikel yang dituju. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Wikland dkk pada 1985, dan keuntungan dari metode ini didukung oleh beberapa kelompok peneliti diantaranya Feichtinger dan Kemeter 1986, Cohen dkk 1986, Lenz dkk 1987. Karena keuntungan yang nyata lebih baik dibanding metode metode sebelumnya yang telah dilakukan, maka MO dengan transduser vagina sekarang menjadi pilihan utama dalam program MO dalam FIV-PE.

Keuntungan MO dengan Transduser Vaginal.

- Trauma luka di vagina dengan resiko yang kecil.
- Folikel dapat dilokaliser lebih akurat oleh karena jarak yang pendek dengan transduser.
- Tidak perlu rawat inap.
- Umumnya tanpa anestesi umum
- Tidak harus dalam kamar operasi yang lengkap.
- Lebih sedikit pelaksana tim yang bekerja.
- Masih memungkinkan dikerjakan pada perlekatan perlekatan berat selama masih bisa menampilkan gambaran folikel pada ovarium, pembuluh darah dan usus dan tidak menimbulkan komplikasi.
- Metode ini mudah dipelajari dengan baik dan cepat.
- Biayanya relatif lebih murah dibandingkan dengan metode laparoskopi.

Kerugiannya dan resikonya

- Resiko trauma melukai usus atau pembuluh darah, terutama pada bekas insisi abdominal longitudinal.
- Resiko histrektomi pada kasus kasus perdarahan yang tidak terkontrol di bawah 1:1000.
- Tanpa adesiolisis atau evaluasi tambahan abdomen seperti pada laparoskopi.
- Resiko inflamasi pelvis minor ( < 1% ).
4. MO automatik Transvaginal dengan panduan USG vaginal.

MO transvaginal tersebut di atas akan lebih baik apabila memakai sistim “transvaginal aspirasi folikel automatik” atau jarum penghisap automatik (PA). PA dihubungkan dengan penghisap khusus yang automatik dan bersatu dengan transduser vagina. Ujung jarum kita tusukkan ke folikel yang dituju secara akurat dalam panduan USG (yang sudah terprogram dalam sistem tersebut) dan dapat kita saksikan lewat monitor dengan jelas, kemudian pedal PA kita injak sesuai kebutuhan kita untuk menghisap isi folikel, kemudian kita kuras dan hisap 1-2 kali tiap folikel sehingga kita berhasil mendapatkan ovum atau tidak. Ujung jarum tersebut dibuat alur alur dangkal sehingga memberikan gambaran eko yang jelas pada monitor. Dengan demikian apabila menusuk folikel yang dituju dapat tepat dan akurat. Pengalaman dapat mengaspirasi folikel < 1 cm yang didalamnya seringkali bisa didapatkan ovum yang masak.

Keuntungan menggunakan Penghisap Automatik.
- Pemakai mudah dengan cepat mempelajari dan mengoperasikan.
- Ovarium tidak mudah terdorong oleh karena jarum yang tajam yang ditusukkan dengan kecepan tinggi.
- Posisi dan letak jarum yang akurat menjamin penusukkan yang salah atau kurang tepat.
- Dimungkinkan aspirasi folikel ukuran < 1 cm yang mungkin berisis ovum masak.
- Apabila digunakan untuk menghisap dan menguras hasilnya meningkatkan pendapatan ovum dari 70% menjadi 96%.
- Kemungkinan komplikasi sangat kecil.

Kerugian.
- Investasi dan perawatan yang mahal.
- Pengaturan untuk penyesuaian dalamnya tusukkan memperpanjang waktu prosedur tindakan.
-
.
III. PERALATAN MO PERVAGINAM

1. USG Khusus.
USG khusus yang diprogram untuk aspirasi folikel dengan transduser vaginal
yang khusus untuk: - aspirasi folikel yang dilengkapi selongsong khusus
untuk lewat dan fiksasi jarum pungsi secara manual
- Aspirasi folikel yang dihubungkan dengan sistim PA.
2. Transduser vaginal.
o Transduser vaginal yang dilengkapi selongsong untuk lewat dan pengarah jarum kedalam vagina siap dihubungkan dengan sistem PA.atau MO secara manual.
o Lapangan pandang >115°.
o 5 - 7,5 MHz.
o Dapat penetrasi 10 cm
o Transduser elektronik/ kristal memberikan gambaran ekogenik (image) yang terbaik dibandingkan dengan transduser mekanik.
3. PA dengan jarum manual.
4. PA dengan sistim pengarah jarum penghisap automatik. Sistim PA dipasang pada Transduser. Mekanisme jarum PA merupakan mekanisme aspirasi folikel yang sudah dipatenkan, merupakan PA yang didasarkan pada kumparan pegas yang membantu mengarahkan jarum secara automatic akurat, cepat dan tidak begitu sakit waktu menusukkan jarum, secara kontinu teratur mudah menyesuaikan dalamnya penetrasi. Didalam menggunakan, membersihkan dan sterilisasi instrumen ini harus memperhatikan petunjuk pabrik pembuat.
5. Jarum penghisap.
Banyak tipe jarum yang digunakan diproduksi oleh beberapa pabrik. Ada yang single lumen atau double lumen. Ukuran jarum no 17 atau 18. Panjang 25 cm atau 30 cm. Diklinik kita biasa menggunakan double lumen karena lebih praktis mengunakannya. Ukuran no 17, panjang 30 cm. Jarum terdiri atas Stainles steel/ bebas karat. Ujung jarum dibuat alur alur dangkal supaya dapat memberi visualisasi yang jelas pada ultrasound, sangat tajam dan disposibel, sekali pakai buang.

IV. SUCI HAMA DAN PERAWATAN

1. Transduser vagina
- Setelah digunakan dibersihkan secara hati hati dengan tangan dan kasa
- Menggunakan air yang mengalir kemudian dibilas dengan air deionisasi.
- Sebelum digunakan untuk MO didesinfeksi selama 15 menit dengan Cidex (Cidex instrument Disinfection, Johnson & Johnson Medical; zat aktif: 2.5 g glutaraldehyde; aktivator: sodium hydrogencarbonat, trisodium phosphate, sodium salt of oxymethane sulfinic acid)
- Cuci sisa sisa desinfektan dengan air suling/ akuadestilata.
- Pengalaman di klinik kami dicuci dengan akuabides atau air bebas mineral/ deionisasi steril, kemudian dengan kasa steril dibersihkan dengan propanol absolut atau 90%. Sementara kabel transduser diselubungi plastik steril untuk menjaga sterulitas.

2. Jarum
- Selain jarum disposibel, apabila jarum akan digunakan lagi lumen segera dicuci dengan garam fisiologis untuk melarutkan jendalan jendalan darah kemudian ditiupkan akuabides secukupnya hingga bersih dilanjutkan dengan air demineralisasi / bebas mineral steril, kemudian disucihamakan dengan sterilisasi gas.


3. Jarum penghisap automatis.
- Setelah digunakan bongkar system automatis sesuai instruksi manual pabrik.
- Cuci dengan air bebas mineral/ deionisasi.
- Masukkan autoclave 30 menit / 121º C.



V. ANESTESI

- Premedikasi
50 mg tramadol hidroklorid ( 20 tetes tramal peroral) dan 1/2 tablet Dormicum
7,5 mg ( 3,75 mg Midazolam hidroklorida) 30 menit sebelum tindakan.
- Intra operativ medikasi.
Bila perlu 1/2 ampul Tramal i.v. ( 50-100 mg Tramadol Hydrocloride) selama
Tindakan.
- Analgesi lebih lanjut.
Anestesi umum, intraveneus short-term anesthesia, anestesi lokal, akupuncture
dll.
- Di klinik kami premedikasi kita berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v, kemudian pethidin 50 mg yang sudah diencerkan dengan salin i.v. atau dormicum 2,5 mg i.v. menjelang tindakan dan selama tindakan.


VI. KESIMPULAN

Telah dijelaskan diatas sejak TRB menghasilkan kehamilan pertama pada 1978, beberapa inovativ tatacara MO telah dicoba. Beberapa komponen peralatan dengan berbagai metode MO di pertimbangkan untung ruginya untuk mencapai keberhasilan yang makin tinggi.
MO didalam perkembangannya membutuhkan perhatian, persiapan, pengalaman dan ketrampilan yang memadai untuk mendiagnosa folikel masak, memilih metode, menggunakan peralatan dan merawatnya, mensuci hamakan dan pembiusan yang digunakan. Jarum yang melekat dan menyatu dengan transduser vaginal untuk MO merupakan metode dan set perawatan yang terbaik. Metode dengan menggunakan laparoskop masih mempunyai tempat untuk TAGIT.



VII. KEPUSTAKAAN

1. Rabe T, Diedrich K, Eberhardt I, Küpker W. In vitro Fertilization. Dalam: Ma
Nual on Assisted Reproduction. T.Rabe,K.Diedrich, B.Runnebaum
(Eds.).Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. 1997. hal 252-311.
2. Orvieto R, Rafael Z B. Bleeding, severe pelvic infection, and ectopic pregnancy. Dalam: Textbook of Assisted Reproductive Techniques. Laboratory and Clinical Perspectives. Ed. David K Gardner, Ariel Weissman, Colin M Howles, Zeev Shoham. Martin Dunitz. 2002. hal 655-62.
3. Downing B. Oocyte Pick-Up. Dalam: Clinical In Vitro Fertilization. Ed. Carl Wood and Alan Traunson. Springe-Verlag Berlin Heidelberg New York Tokyo. 1984. hal 67-81.
4. Wikland H, Hamberger L, and Enk L. Ultrasound for oocyte recovery. Dalam: In Vitro Fertilization. Past. Present. Future. Ed. S.Fishel and E.M. Symonds. IRL Press Limited. Oxford, England. 1986.Hal 59-67.
5. Webster J. Laparoscopic oocyte recovery. Dalam: In Vitro Fertilization. Past. Present. Future. Ed. S.Fishel and E.M. Symonds. IRL Press Limited. Oxford, England. 1986.Hal 69-76.
6. Grunfeld L dan Sandler B. In Vitro Fertilization and Embryo Transfer. Dalam Endovaginal Ultrasound. Steven R. Goldstein, MD. Alan R. Liss, Inc., New York. 1988. Hal 133-148.
*1) Disampaikan pada Workshop - Kongres PATRI, 2 - 4 Oktober 2003
di Gedung Kesehatan Reproduksi RS Sanglah Denpasar dan Grand Bali Beach, Sanur Bali.

Tidak ada komentar: